Minggu, 28 Juni 2015

Fikih Azan (6): Azan bagi Shalat yang Luput

Azan itu wajib bagi shalat lima waktu, baik shalat tersebut adalah shalat yang dikerjakaan di waktunya (adaa-an) atau shalat tersebut diqodho (qodho-an).

1 2
shalat_jamaah_1
Azan itu wajib bagi shalat lima waktu, baik shalat tersebut adalah shalat yang dikerjakaan di waktunya (adaa-an) atau shalat tersebut diqodho (qodho-an).
Di antara dalilnya adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertidur dari Shalat Shubuh dalam safar beliau, beliau baru bangun setelah matahari terbit, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan dan iqamah. (HR. Muslim no. 1099, dari Abu Qatadah dalam hadits yang panjang). Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom.
Shalat yang luput tersebut pun tetap dikumandangkan azan berdasarkan keumuman hadits,
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ
Jika waktu shalat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian. ” (HR. Bukhari no. 631 dan Muslim no. 674). Hadits ini mencakup azan pada shalat di waktunya dan juga bagi shalat yang luput.
Namun jika di suatu daerah sudah dikumandangkan azan untuk shalat, lalu ada sekelompok orang yang tertidur hingga keluar waktu semisal saat matahari sudah terbit, maka azan ketika itu tidak wajib. Saat itu cukup digunakan azan umum yang sudah dikumandangkan. Karena azan di daerah itu sudah menghasilkan hukum kifayah, gugur kewajiban bagi yang lain. Akan tetapi, untuk yang telat tersebut, cukup bagi mereka mengumandangkan iqamah. (Lihat Syarhul Mumthi’, 2: 46).
Tentang hadits Abu Qotadah yang disebutkan di atas, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Jika telat shalat karena ketiduran, maka kewajiban azan tidaklah gugur. Azan tetap ada meskipun pada shalat yang diqodho. Ini jika sekelompok orang yang telat, maka mereka mengumandangkan azan. Namun jika sudah dikumandangkan azan di negeri tersebut, maka azan itu sudah cukup.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikrom, 2: 171, terbitan Madarul Wathon).
Semoga bermanfaat. Hanyalah Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1422 H.
Fathu Dzil Jalali wal Ikrom, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1426 H.


Disusun selepas Shalat Zhuhur, 14 Jumadats Tsaniyah 1435 H di Warak, Girisekar
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar